Powered By Blogger

Selasa, 10 Maret 2009

Adat


Hukum adat memang sudah menjadi ciri khasnya Negara tercintaku Indonesia. Memang indah, adat istiadat mengatur tatanan hidup bangsa kita, tetapi kadang sangat disayangkan seringkali malah hukum adat tersebut yang malah mengsengsarakan manusia khususnya masyarakat miskin.

Kalau dulu, aku sering tidak ambil peduli dengan hukum adat yang kadang terlihat sangat kaku, memang sih kalau ku pikir sangat banyak hukum adat yang bermanfaat langsung dalam kehidupan masyarakat. Dan itu sangat patut diacungkan jempol, dan sangat-sangat perlu untuk dilestarikan. Salah satu contohnya adalah adat tolong menolong bila ada hajatan atau musibah di tetangga.

Banyak sekali adat yang bernilai positif dalam mengatur tatanan hidup masyarakat, tetapi tak jarang adat yang kaku jugalah yang sering menjerumuskan masyarakat dalam kesulitan hidup. Setelah hampir 2 tahun aku tinggal di “Bumei Pat Petulai”, barulah aku bisa menuangkan opiniku tentang permasalahan adat ini. Sebelumnya, mungkin aku meminta maaf, bukan maksudnya aku untuk menjelekkan salah satu sukuisme di negeri nusantara kita ini, ini hanya pemikiran personal ku sebagai seorang yang bernama “ami”.

Dua tahun bukanlah waktu yang panjang untuk memahami adat-istiadat dan budaya suatu tempat. Yang paling mencolok adalah adat istiadat membawa ayam kampung hidup bila ada suatu hajatan atau pesta di sini. Sebelum atau pada saat hajatan dilaksanakan, berduyun-duyun orang membawa ayam kampung untuk diberikan kepada si empunya hajatan. Pertama menurut pandanganku ini adalah adat yang positif, karena ini menumbuhkan tolong-menolong dalam masyarakat dan yakin sekali inilah tujuan utama adat-istiadat ini. Tetapi sekarang kita melihat dampaknya yang realitas terjadi di masyarakat. Bagi masyarakat yang hidupnya berkecukupan, ini mungkin bukan menjadi masalah untuknya, dan inilah mungkin kesempatan yang baik untuk mereka agar dapat saling tolong-menolong. Tetapi bagi masyarakat yang tidak mampu (miskin) apakah adat ini tidak membuat mereka susah? Dalam kehidupan keseharian saja mereka jarang sekali mengkonsumsi makanan ini (ayam), dan sekarang mereka malah dituntut untuk dapat memberikan ayam untuk orang lain.

Miris sekali rasanya, ini adalah pilihan yang sangat sulit untuk masyarakat tidak mampu, bagaikan buah simalakama mungkin. Disatu sisi, bila mereka mengikuti adat tersebut, berarti mereka harus mengorbankan anggaran yang seharusnya bisa untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dalam jangka waktu sekian lama. Tetapi bila tidak membawa ayam, maka mereka harus siap menerima hukuman yang kadang sangat berdampak pada psikologis mereka. Mereka harus dapat menerima dikucilkan di masyarakat yang menganggap mereka tidak ada kepedulian dan kebersamaan dalam bermasyarakat, dan hal yang bisa mereka lakukan sebagai penebus dosa adalah datang di waktu malam dengan membawa beras sebagai pengganti ayam kampung tersebut. Lucu juga ya, kadang dapat aku bayangkan, berarti mudah sekali kita untuk menarik kesimpulan, yang datang pada waktu pagi sampai siang hari adalah orang-orang yang mampu, dan yang datang di malam hari adalah orang yang tidak mampu, hehehehehe

Itu baru “Tradisi ayam” ada lagi tradisi lain dari negeri malin kundang misalnya, dimana ada adat perempuan membeli (membayar/hantaran) seorang laki-laki untuk menjadi suaminya. Besar harga hantaran ini tergantung dari tingkat kemapanan laki-laki itu, apabila dia sudah hidup mapan, maka harganya akan semakin tinggi. Dubrak!! Bagaimana bila perempuannya tidak punya uang?

Hal nyata yang telah aku temui ini terjadi dari keluarga yang (maaf) bisa di bilang tidak mampu. Demi untuk dapat menikahnya salah satu putrinya, maka Apak yang hanya seorang Tukang parkir dan mak yang bekerja sebagai tukang masak di rumah makan Padang rela banting tulang mencari hutangan kesana-kemari. Alhamdulillah pesta pernikahan berjalan lancar, tetapi bagaimana hutang yang timbul dari perayaan pesta tersebut? Keluarga apak harus menanggungnya dalam waktu yang cukup lama.

Itu hanya sebagian kecil saja adat di negeri kita, masih banyak lagi contoh-contoh lainnya, tapi yang selalu mengganggu pikiran ku adalah, Apa memang ini tujuan adat itu di buat??

Amibae, Senin, 23 Februari 2009